0

23 Jam proses bertemu Jani #part1

Okay, kita mulai saja cerita agak-agak kurang patut dicontoh di jam demi jam yang saya lalui untuk proses bertemu Jani.

Jadi tanggal 21/08/2014 dini hari sekitar pukul 01.00 am, perut saya mules, mulesnya ini 11-12 seperti mules datang haid atau sakit perut ringan. Masih bisa diakalin sama tidur yang sesekali saya minta dipijitin suami di bagian punggung dan pinggang. Mulai jam 04.00 am sakitnya mulai agak sering nih, dipijitin pakai tenaga sebelumnya udah gak berasa, jadilah minta ditambahin kekuatan pijitnya, dan suamipun bangun untuk benar-benar fokus mijitin saya. Ohya, sedari mulai hamil, saya dan para mama lainnya yang dipertemukan di Urbanmama membuat grup due date August 2014 disanalah tempat saya berbagi segala keluh kesah, sedih gembira selama hamil. Dan pagi itupun saya masih sempat laporan bahwa saya mules yang berikutnya dilanjutkan suami saya yang chat dengan para mama ABC 14 karena saya tertidur menahan mules. Senyum-senyum baca chat suami saya, karena beliau curhat bahwa saya malah tidur bukan bergerak seperti yang disarankan dan jawaban para mama kompak: Tidak apa-apa,pak. Biarkan mama devi tidur untuk himpun tenaga, InsyaAllah tenaganya itu untuk dia berjuang bertemu bayi nanti.

Subuh masih bisa shalat dan masih berencana untuk berangkat ke kantor, karena memang saya bilang ke Bos untuk ambil cuti pas memang sudah brojol jadi 3 bulan cuti mau post-lahiran. Tapi setelah berpakaian rapi dan siap ke kantor, tepatnya saat sarapan (yang entah kenapa perut saya pedih, sarapan pakai udang tahu masak kuning santan). Dan rikueslah saya ke suami untuk tidak berkantor dan minta diantarkan ke rumah sakit. Awalnya mau naik motor, ya naik motor, karena saya mau sensasi ajlug-ajlugan, tapi dilarang keras: Nanti kalau di jalan mulesnya datang bisa jatuh saking mulesnya, begitu kata suami. Jadilah kami memesan Taxi, AA Taxi tepatnya. Hatur nuhun untuk pelayanan yang super cepat, terlebih pas dikasih tahu saya mau lahiran, operator pemesanannya langsung sigap.

22/08/2014 09.00 am sampai di RS.Borromeus, langsung masuk ke ruangan k3, VK, untuk diobservasi apakah ini bukaan atau kontraksi palsu. Satu minggu sebelumnya saya periksa dalam untuk cek panggul saya apakah lebar atau sempit atau cukup untuk jalan lahir dan Alhamdulillah lebar panggul saya cukup. Dan seteleah tangan suster masuk ke bagian dalam vaginam untuk cek, benar saja, ini sudah bukaan 1 kalau sedang mules sudah bukaan 2. Artinya bisa dipastikan beberapa jam lagi saya akan bisa bertemu peri kecil yang sudah kami nanti 9 bulan ini. Suster menyarankan untuk jalan-jalan di sekitar RS biar membantu pembukaan dan mengurangi mules, suamipun menyarankan begitu, tapi yang namanya mules itu berhasil bikin saya menolak segala tawaran dan hanya mau berbaring, ya berbaring sambil bolak-balik kanan-kiri untuk cari posisi enak.

1 jam berlalu SOP di ruang VK ini adalah cek detak jantung janin dan cek bukaan. Hasil CTG sangat bagus, artinya bayi tidak kekurangan oksigen, namun sayang bukaan saya baru bertambah 1. Kecewa tentu saja tidak, karena saya yakin proses kelahiran tiap-tiap bayi itu istimewa dan tidak bisa disamakan satu dengan lainnya. Saya terus berusaha yakinkan diri bahwa saya mau membawa Jani melihat bumi dengan bahagia, tanpa paksaan dan maka dari itu sayapun harus melahirkannya dengan bahagia *hahahhaha hasil hypnobirthing banget ini ya*.

Hal yang menyeramkan adalah, ketika di kamar observasi yang memang dalam satu ruangan hanya dipisah tirai, ada lebih dari satu ibu-ibu yang siap lahiran. Sebelah saya itu, ibu-ibu yang badannya bagus, tapi sayang dia harus menerima nasibnya bahwa panggulnya kecil dan bayi sudah terlilit tali pusar saat mencoba ngeden, maka harus segera SC(sectio Caesaria). Dan saya yang di sebelahpun merinding berdoa khusuk biar Ibu dan bayinya selamat begitupun dengan saya dan bayi T____T. Ibu itu keluar dan datanglah Ibu lain yang kali ini lebih kalem dari saya, bukaannya lancar dan siap masuk ruang tindakan.
Hypnobirthing memang penting di saat genting ting ting ting seperti ini. Saya anteng sampai di jam 3 masih bukaan 4. Suster sudah berganti shift dan sampailah saya dibawa ke kamar tindakan, biar tenang katanya dan suami sudah selesai mengurusi administratif untuk saya agar dirawat inap. 



Saya memilih lahiran ditangani bidan dan tetap dipantau oleh dokter, karena begitulah SOP di RS Borromeus. Jam 6, sore itupun nampaknya masih bernuansa abu-abu bagi saya, bagaimana tidak, suster datang dan dengan galak bilang: Pak,Bu, kata dokter sebaiknya dilakukan induksi karena sudah tidak lazim sampai jam 6 yang artinya sudah 8 jam dari masuknya saya ke ruang VK belum sampai bukaan 7. Bagaimana,pak, bu? Jika setuju saya akan bawa alat induksinya ke dalam.

Saya yang memang banyak mencari tahu dan membaca tentang induksi, dan memang cerita teman-teman yang induksi, sakitnya bisa berlipat-lipat dibandingkan yang biasa dan itulah yang menakut-nakuti saya, karena saya tidak mau kesakitan. Pun suami tidak mau melihat saya menderita. Suster bolak-balik melakukan hal yang sama CTG-Cek bukaan-menawari induksi. Nyali saya mulai menurun, tadinya sibuk memikirkan mules sekarang saya sibuk memikirkan induksi, dan air mata bercucuran. Saya menangis di pelukan suami, untuk minta SC saja T___T Terlihat jelas guratan di wajah suami yang lelah menunggui saya dari mulai saya mules dan lelah menyemangati saya untuk bergerak dan mungkin lelah dengan ketakutan saya. Tapi saya lihat sosoknya yang kuat dan Ia selalu ingin berikan yang terbaik untuk saya. Dalam dekapannya lirih saya dengar: Ya, tenang, akupun gak mau kalau sampai diinduksi, karena mentalmu sudah menolak induksi, tapi jikalau SC harus kita tempuh, aku siap. Bukan menjadi tenang, saya malah semakin dibayang-bayangi dengan angka angka yang berseliweran di kepala karena memang persiapan kami bukan untuk SC dan pantang bagi saya untuk ganggu keuangan kami tanpa alasan yang jelas, sedih rasanya jikalau saya SC, karena memang tidak ada hal yang berarti yang membuat saya harus di-SC, kalaupun saya akan SC, sayalah yang harus disalahkan, karena tidak berjuang! Itulah pikiran yang berkecamuk saat itu.
Dan disinilah saya berjuang......

Back to Top