0

23 Jam proses bertemu Jani #Part2

Suami pamit untuk shalat maghrib...meninggalkan saya yang sedang merenung...
Merenungi kenapa saya tidak berjuang dari pagi tadi, mengapa tega para suster menggosipkan saya karena saya yang banyak tahu perihal induksi dan mereka merasa saya bandel untuk menolak induksi.

Saat petugas membawa makanan datang dan bertanya apakah makanan akan dirapihkan karena memang belum ada yang saya makan, semuanya masih terbungkus plastik wrap. Saya meminta tolong untuk diambilkan baki makanan itu, dan seperti orang yang tidak makan berhari-hari, saya makan, saya mau berjuang, saya mau melahirkan Jani dengan normal, saya mau suami tidak khawatir, saya mau berjalan agar bukaan ini bertambah. 
Lahap saya makan, dan sepulangnya suami dari shalat, saya salami dia seperti biasa sambil bilang (tentunya pakai air mata) saya mau berjuang  untuk lahiran normal, dan minta ditemani untuk berjalan-jalan agar bukaan saya nambah. Dan suami mendekap penuh semangat, dan berbisik, ayo....kamu pasti bisa. Dan sambil masih mendekap erat, suami mengajak bercanda dengan bilang: Wah, baki makannya bersih uy, ada yang mamam hebat ya! I love you....Endingnya ya berpelukan yang kemudian suami rapihkan sarung saya, karena biar lekukan badan saya yang walaupun sudah pakai daster gombrong itu tidak kelihatan.

Kami berjalan menuju food court, dan suami izin lagi untuk shalat isya, sembari saya menunggu saya baca-baca lagi kumpulan chat dari grup ABC 14 yang terus bertanya keadaan kami dan tak henti-henetinya menyemangati dan berdoa.. I heart you, guys :*
Suami selesai shalat dan lanjut menemani saya menaiki tangga dan menuruni tangga, jalan putar sana-sini setia sekali menggandeng dan sesekali memapah saya. Malam itu serasa kamilah bintang disana :) Tak terasa langkah kaki ini menapaki ruang lobby RS yang disana banyak kursi tamu tempat mereka berkumpul menyambut tamu atau duduk santai. Duduk sebentar, sesekali merasakan mules yang aduhai, berlatih mengatur nafas, yang lagi-lagi suamilah coach terbaik saya. Karena sudah berjam-jam dan sudah jam 10.00 malam, suami mengajak saya kembali ke ruang VK. Disana sudah ada satu suter yang sedari tadi bolak-balik kamar saya rupanya.
Dengan senyum terkembang, ia menghampiri kami: Wah, jalan-jalan ya, sudah semangat lagi kan Ibu, harus semangat ya harus bahagia! Itulah kalimat pertamanya yang membuat saya jatuh cinta. Suster lakukan CTG dan cek bukaan, dan waw sudah 6 masuk 7 lho! Ayo Ibu pasti bisa ya, semangat! Karena memang tidak mau induksi jadi bapak harus tandatangani form ini, tapi tenang, saya yakin ibu bisa lahiran normal dan bahagia. Ini proses bukaannya sudah mulai bagus, semangat gerak berdiri jongkok biar semakin cepat bukaannya.

Adrenalin saya seakan bangkit lagi, saya katakan ke suami: Semoga Allah izinkan saya lahiran dengan suster ini, saya suka sekali perlakuan lembutnya. Dia tidak memarahi, bahkan tidak sedikitpun mematahi semangat saya. Ayo bantu saya lagi untuk bergerak. Suami menyemangati dan ya namanya juga suami saya manusia biasa, sudah habis energinya seharian ini, ia pamit tidur, dan berpesan, kalau pengen ngeden, coba tarik tangannya saja biar keinginan ngeden hilang akrena memang belum boleh. Ditinggal tidur, saya berjuang dengan mules, mules datang, saya atur nafas, menarik tangan suami dan karena terlihat jelas ia sangat lelah, saya alihkan dengan menarik pinggir ranjang, meliuk-liuk seglaa gaya agar kontraksi hebat ini bisa berujung bukaan naik.

Suster datang tiap jam, suami kadang terbangun dan tertidur lagi sampai pada pemeriksaan di jam 00.30 bahwa bukaan saya sudah sampai di angka 8,,, Ya Allah angka 8 menuju 9 dan menuju lengkap..mudahkan Ya Allah,,mudahkan!
Suami bangun terpaksa karena suster sudah mulai memasukkan alat perang,hehehhe yang isinya segala gunting, infus, tong sampah medis, karpet, kapas, dllnya dan yaaa satu lg yang membahagiakan, suster sudah siapkan boks bayi yang lampu pemanasnya sudah dinyalakan, haru semakin menjadi dan semakin semangat ku hadapi mules. Jam 1 bukaan sudah 9 dan hanya seperempat jam bukaan lengkap.

Aku sudah disiapkan dengan posisi mengangkang, dibaringkan dengan setting-an tempat tidur yang agak ditinggikan. Ada gunting yang siap merobek sesuatu tapi sudah terpikirkan lagi akan berapa jahitan, yang jelas akan segera tiba waktu bersama si kecil kami. Ohya, ketuban saya juga ikut digunting dan wow, airnya masih bening dan banyak sampai-sampai si suster nyaris bajunya basah kesemprot air ketuban. Dan sekarang ngeden sudah dibolehkan tapi pakai aturan, jadi kalau rasa ngeden datang, saya harus mengeden dengan sekali nafas, tidak boleh dua kali, beberapa momen ngeden terlewati begitu saja karena memang masih belajar ya sodara-sodara,hehehehe. Rasa ngeden datang, saya disemangati dengan teriakan ayo bu itu rambutnya udah terlihat, pun suami ikut-ikutan menyemangati, iya bener itu rambutnya (ps: ternyata suami tidak jelas melihat rambut Jani, itu sekedar ikut-ikutan menyemangati saja -___-), ngeden lagi namun masih pendek, dan tibalah ngeden panjang dan disuruh ambil nafas lagi biar ngeden kuat dan katanya bayinya udah mau meluncur, dan terakhir saya disuruh batuk, dan saking terbawa suasana layaknya di stadion itu, saya lupa bagaimana cara batuk hahahahha. Dan suami ajari saya batuk: uhuk,,,lalu terasa kaki kecil menendang jalan keluar, dan lahirlah putri pertama kami. Tepat di pukul 02.13 am 23 Agustus 2014 dengan berat 2.680 dan panjang 48cm.

                                             
   
Back to Top